Jumat, 13 Desember 2013

HUKUM INDONESIA DALAM DUNIA CYBER



HUKUM INDONESIA DALAM DUNIA CYBER
Wahyudin, M.Kom





12.4B.27 
Disusun oleh :

DINAR PURBASARI             12121926
PUTRI NURUL ADHA          12122161
MUHAMAD IRFAN               12122062







Jurusan Manajemen Informatika
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer “ BSI BSD “
Bumi Serpong Damai
2013



KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya jualah, tugas  ini dapat diselesaikan guna memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi teknologi informasi dan komunikasi.

Dalam  penulisan tugas ini, tentunya masih jauh dari sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasnya pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu dalam rangka melengkapi kesempurnaan dari penulisan tugas ini diharapkan adanya saran dan kritik yang diberikan bersifat membangun.



Tangerang Selatan, November 2013
Penulis

















DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
                                                                                       
BAB I    PENDAHULUAN
A.   Pendahuluan
B.   Ruang lingkup hukum dunia maya
C.   Maksud dan tujuan
D.   Metoe pengumpulan data


BAB II    PEMBAHASAN
A.   Pengertian hukum cyber
B.   Perangkat hukum indonesia dalam dunia cyber
C.   Perkembangan hukum cyber diindonesia
D.   Landasan fundamental hukum cyber di indonesia
E.   Hukum indonesia yang mengatur dunia cyber
-       Kebijakan hukum pidana terhadap kejahatan penyalahgunaan informasi data di dunia maya
           
BAB III   PENUTUP
A.   Kesimpulan
B.   Saran dan kritik

DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG

Banyak orang yang mengatakan bahwa dunia cyber (cyberspace) tidak dapat diatur. Cyberspace adalah dunia maya dimana tidak  ada lagi batas ruang dan  waktu. Padahal ruang dan waktu seringkali dijadikan acuan hukum. Jika seorang warga Indonesia melakukan transaksi dengan sebuah perusahaan Inggris yang menggunakan server di Amerika, dimanakah (dan kapan) sebenarnya transaksi terjadi? Hukum mana yang digunakan?
Hukum cyber  merupakan salah satu topik yang hangat dibicarakan akhir-akhir ini. Di Indonesia telah keluar dua buah Rancangan Undang-Undang (RUU). Yang satu diberi nama: “RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi” (PTI), sementara satunya lagi bernama “RUU Transaksi Elektronik”. RUU PTI dimotori oleh Fakultas Hukum Universitas Pajajaran dan Tim Asistensi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan jalur Departemen Perhubungan (melalui Dirjen Postel), sementar RUU TE dimotori oleh Lembaga Kajian Hukum dan Teknologi dari Universitas Indonesia dengan jalur Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Informasi menjadi salah satu kebutuhan radikal yang harus dipenuhi setiap harinya. Media cetak yang dulunya menjadi sumber terbesar mengalirnya informasi kini cenderung ditinggalkan. Hanya duduk di depan sebuah komputer sudah bisa menjelajahi setiap sudut dunia. Perkembangan teknologi informasi sudah membuat dunia seakan hanya selebar sebuah layar komputer. Kemajuan ilmu pengetahuan menciptakan teknologi yang mempengaruhi pola pikir dan pola hidup manusia. Setiap produk dari teknologi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia sebagai produsen sekaligus konsumen informasi.
Namun kemudahan ini tentu tidak bisa dihindarkan dari bahaya laten yang akan selalu mengikuti setiap manfaat. Mudah dan cepatnya didapatkan sebuah informasi dalam hitungan detik menuntut juga konsekuensi mudah dan cepatnya dilakukan kejahatan informasi di dunia maya. Faktanya saat ini kemajuan teknologi berbanding lurus dengan meningkatnya kriminal. Salah satu yang menjadi langganan terjadinya tindak pidana adalah penggunaan komputer dalam penyalahgunaan informasi data di dunia cyber.
“Salah satu kemajuan terknologi informasi yang diciptakan pada akhir abad ke-20 adalah internet. Jaringan komputer-komputer yang saling terhubung membuat hilangnya batas-batas wilayah. Dunia maya menginternasionalisasi dunia nyata. Dunia cyber yang sering disebut dunia maya menjadi titik awal akselerasi distribusi informasi dan membuat dunia internasional menjadi borderless (tanpas batas). “Teknologi informatika saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban dunia, sekaligus menjadi sarana efektif melawan hukum. Maka untuk menghadapi sifat melawan hukum yang terbawa dalam perkembangan informasi data di dunia maya. Diperlukan sebuah perlawanan dari hukum positif yang ada. “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali  berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya” hal ini adalah asas legalitas yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum pidana merupakan salah satu instrumen dalam menghadapi perbuatan melawan hukum. Maka perlu dikaji lebih mendalam secara teoritik bagaimana kebijakan hukum pidana yang dalam faktanya sering kalah satu langkah dengan tindak pidana. Dalam hal ini terhadap kejahatan penyalahgunaan informasi data di dunia cyber.
B.   Ruang Lingkup Hukum dunia Cyber
Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of Internet menyebutkan ruang lingkup cyber law :
1.    Hak Cipta (Copy Right)
2.    Hak Merk (Trademark)
3.    Pencemaran nama baik (Defamation)
4.    Fitnah, Penistaan, Penghinaan (Hate Speech)
5.    Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, Illegal Access)
6.    Pengaturan sumber daya internet seperti IP-Address, domain name
7.    Kenyamanan Individu (Privacy)
8.    Prinsip kehati-hatian (Duty care)
9.    Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat Isu prosedural
      seperti yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dan lain-lain.
10. Kontrak / transaksi elektronik dan tanda tangan digital
11. Perangkat Hukum Cyber
12. Pornografi
13. Pencurian melalui Internet
14. Perlindungan Konsumen
15. Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharianseperti e- commerce, e
      government, e-education.

C.  MAKSUD DAN TUJUAN
Berikut maksud dan tujuan pembuatan makalah ini :
            a.    Menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Etika Profesi.
b.    Menambah wawasan tentang Hukum Indonesia dalam dunia cyber

D.  METODE PENGUMPULAN DATA
Untuk memperoleh data yang digunakan dalam tugas ini, Kami menggunakan Metode Searching di Internet, yaitu dengan membaca referensi-referensi yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam tugas ini.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Hukum Cyber
Hukum Cyber adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Hukum cyber  merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Hukum cyber  akan memainkan peranannya dalam dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu sebuah perangkat aturan main didalamnya (virtual world).

B.   Perangkat hukum indonesia dalam dunia cyber
Perangkat Hukum Cyber  dapat di artikan di dalamnya memuat atau membicarakan mengenai aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan aktivitas manusia di Internet. Agar pembentukan perangkat perundangan tentang teknologi informasi mampu mengarahkan segala aktivitas dan transaksi didunia cyber sesuai dengan standar etik dan hukum yang disepakati maka proses pembuatannya diupayakan sebagai berikut:
 
Menetapkan prinsip – prinsip dan pengembangan teknologi informasi antara lain :

1.    Melibatkan unsur yang terkait (pemerintah, swasta, profesional).
2.    Menggunakan pendekatan moderat untuk mensintesiskan prinsip hukum konvensional dan norma hukum baru yang akan terbentuk
3.    Memperhatikan keunikan dari dunia maya
4.    Mendorong adanya kerjasama internasional mengingat sifat internet yang global
5.    Menempatkan sektor swasta sebagai leader dalam persoalan yang menyangkut industri dan perdagangan.
6.    Pemerintah harus mengambil peran dan tanggung jawab yang jelas untuk persoalan yang menyangkut, kepentingan public
7.    Aturan hukum yang akan dibentuk tidak bersifat restriktif melainkan harus direktif dan futuristik
8.    Melakukan pengkajian terhadap perundangan nasional yang memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan munculnya persoalan hukum akibat transaksi di internet seperti :
UU hak cipta, UU merk, UU perlindungan konsumen, UU Penyiaran dan Telekomunikasi, UU Perseroan Terbatas, UU Penanaman Modal Asing, UU Perpajakan, Hukum Kontrak, Hukum Pidana dll.

C. Perkembangan Hukum Cyber di Indonesia
Inisiatif untuk membuat “Hukum Cyber” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.
Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “Hukum cyber” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.
Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan hukum cyber ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.
Didalam perkembangannya beberapa tahun terakhir ini, Indonesia cukup serius dalam penanganan kasus yang berkaitan erat dangan cybercrime. Hal yang dapat dilihat yaitu pemerintah dalam hal ini menyusun rancangan peraturan perundang-undangan yang mengatur aktifitas user di dunia maya. Dari peran aktif dari pemerintah ini dapat kita simpulkan dan artikan bahwa penerapan hukum cyber di Indonesia berjalan dengan baik.

D. LNDASAN FUNDAMENTAL HUKUM CYBER DI INDONESIA
Landasan fundamental di dalam aspek yuridis yang mengatur lalu lintas internet sebagai hukum khusus, di mana terdapat komponen utama yang meng-cover persoalan yang ada di dalam dunai maya tersebut, yaitu :

a.    Yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait.
Komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu.
b.    Landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet.
c.    Aspek hak milik intelektual di mana ada aspek tentang patent, merek dagang rahasia yang diterapkan, serta berlaku di dalam dunia cyber.
d.    Aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan.
e.    Aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna dari internet.
f.    Ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan didalam internet sebagai bagian dari pada nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi.
g.    Aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.

Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka kita akan dapat melakukan penilaian untuk menjustifikasi sejauh mana perkembangan dari hukum yang mengatur sistem dan mekanisme internet di Indonesia. Walaupun belum dapat dikatakan merata, namun perkembangan internet di Indonesia mengalami percepatan yang sangat tinggi serta memiliki jumlah pelanggan atau pihak yang mempergunakan jaringan internet terus meningkat sejak paruh tahun 90′an.

Salah satu indikator untuk melihat bagaimana aplikasi hukum tentang internet diperlukan di Indonesia adalah dengan banyak perusahaan yang menjadi provider untuk pengguna jasa internet di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang memberikan jasa provider di Indonesian sadar atau tidak merupakan pihak yang berperanan sangat penting dalam memajukan perkembangan Hukum Cyber di Indonesia dimana fungsi-fungsi yang mereka lakukan seperti:
Ø  Perjanjian aplikasi rekening pelanggan internet
Ø  Perjanjian pembuatan desain home page komersial
Ø  Perjanjian reseller penempatan data-data di internet server
Ø  Penawaran-penawaran penjualan produk-produk komersial melalui internet
Ø  Pemberian informasi yang di-update setiap hari oleh home page komersial
Ø  Pemberian pendapat atau polling online melalui internet
Tetapi dalam satu dekade terakhir Indonesia cukup serius menangani berbagai kasus terkait Cybercrime. Menyusun berbagai rancangan peraturan dan perundang-undangan yang mengatur aktivitas user di dunia maya. Dengan peran aktif pemerintah seperti itu, dapat dikatakan Hukum Cyber telah mulai diterapkan dengan baik di Indonesia.



E. HUKUM INDONESIA YANG MENGATUR DUNIA CYBER
-       Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Penyalahgunaan Informasi Data di Dunia Maya
Faktanya saat ini perkembangan teknologi sudah mengarahkan berbagai aktifitas manusia dilakukan sebagian besar memakai komputer. Inter-connenction network (internet) menjadi jendela baru yang menyatukan setipa batas dan perbedaan. Tidak bisa dipungkiri kalau internet sudah merubah lifestyle. Terdapat sebuah fenomena bahwa :
Penggunaan komputer dengan telekomunikasi melahirkan suatu fenomena yang mengubah konfigurasi model komunikasi konvensional (face to face), dengan melahirkan kenyataan dalam dimensi tiga. Jika dimensi pertama adalah kenyataan keras dalam kehidupan empiris manusia (hard reality), dimensi kedua merupakan kenyataan dalam kehidupan simbolik dan nilai-nilai yang dibentuk (soft reality) maka dengan dimensi ketiga dikenal kenyataan maya (virtual reality) yang melahirkan suatu format masyaralat lainnya.
Untuk bertemu dalam urusan apapun meski dipisahkan oleh jarak dan waktu melalui alat komunikasi berupa telepon seluler, teleconfrence, jejaring sosial, web camera, dan alat komuniasi antar komputer lainnya. Maka sudah bisa dilakukan pembicaraan seakan-akan pihak yang sedang berkomunikasi berbicara face to face. Virtual reality yang tidak bisa dijelaskan posisinya dimana karena memang tidak kasat mata. Namun tidak perlu dibuktikan keberadaannya, kontribusi nyatanya dalam teknologi informasi sudah menunjukkan eksistensinya.
Kejahatan itu setua usia manusia karena dibelahan dunia manapun ada manusia disitu terdapat kejahatan. Realitas perkembangan teknologi juga diikuti dengan kejahatan. Mudahnya untuk memberikan informasi secara global. Sebuah data privasi dalam bentuk dokumen, foto, atau video bisa disalahgunakan oleh berbagai pihak ketika sudah di upload ke internet. Bahkan hanya sekedar memakai sebuah komputer dan mengambil datanya tanpa sepengatahuan pemilik komputer tersebut. Hal itu sudah termasuk dalam cyber crime yang bisa saja berujuang dalam pencurian data dan penyalahgunaan informasi data.
Teknologi sangat mempunyai pengaruh besar dalam kejahatan diantaranya:
  • Meniadakan batas negara
Kejahatan dalam penyalahgunaan informasi sudah tidak lagi hanya terjadi dalam ruang lingkup kecil. Pencurian informasi sudah bisa dilakukan dari kutub utara ke kutub selatan. Seorang anak kecil yang sudah mengerti dengan komputer sudah bisa melakukan kejahatan tanpa disadarinya dengan melakukan tindakan tertentu demi mempermudah menyelesaikan sebuah game online. Uang dari sebuah bank di negara tertentu bisa juga tiba-tiba sudah berpindah ke rekening sebuah di negara lain.
  • Meningkatkan modus operandi / cara melakukan kejahatan
Pencurian dengan cara jambret, perampokan dan cara konvensional lainnya. Kini sudah beralih dengan cara lain, pembobolan atm, penipuan melalui undian berhadiah, pembobolan rekening, transaksi fiktif, dan cara-cara lainnya yang memanfaat perkembangan teknologi informasi.
  • Mempercepat informasi
Berita terkait terjadinya sebuah kejahatan di belahan dunia yang sedang menerima sinar matahari sudah langsung bisa diterima dibelahan dunia lain yang sedang menerima sinar bulan. Informasi yang didapatkan dengan cara ilegal mudah saja langsung diperbanyak dan disebarluaskan ke berbagai negara bahkan bisa menjadi konsumsi publik.
  • Melahirkan kejahatan baru
Hampir sama dengan meningkatnya modus operandi, kejahatan lama seolah menjadi kejahatan baru. Pencurian uang dengan cara berhadapan langsung pelaku kejahatan dengan korban. Kini mampu dilakukan dengan mencuri uang dari satu negara ke negara lain. Tanpa harus pergi ke negara tujuan korban tersebut.
  • Memberi dampak pada batas yurisdiksi kedaulatan hukum pidana
Kejahatan yang dilakukan oleh pelaku pidana dari Benua Amerika berakibat di Benua Asia (kejahatan transnasional). Hukum positif yang berlaku di negara asal korban tidak bisa berfungsi mengikat pelaku. Kalaupun harus dikenakan sebuah akibat hukum. Maka perjanjian ekstradisi harus ada ataupun dengan hukum pidana internasional.
Sesungguhnya segala sesuatu perkembangan apapun yang terjadi di masyarakat Indonesia sesuai tujuan negara maka prospeknya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini demi pengamalan nilai-nilai Pancasila yang dikristalisasi dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945). Tujuan negara tersebut tertuang dalam pembukaan UUD NRI 1945 paragraf ke empat.
Untuk mencapai tujuan negara tersebut hukum pidana memiliki peran penting sebagai ultimum remidium terhadap kejahatan dan pelanggaran. Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya telekomunikasi dan teknologi informasi dapat merubah tatanan organisasi dan hubungan sosial setiap individu di masyarakat. Maka diperlukan langkah konkret untuk mengatasi fenomena tersebut.
Kriminologi adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk kriminal. Kriminologi mempunyai peran penting dalam hukum pidana. Hasil kriminologi dapat dimanfaatkan aparat hukum untuk menerapkan hukum pidana agar tercipta keadilan, kepastian, dan manfaat hukum. Hasil dari kriminologi juga menjadi masukan dalam merumuskan hukum pidana yang akan datang (ius constituendum). Berawal dari produk kriminologi maka hukum pidana mampu mengeluarkan kebijakan dalam melakukan kriminalisasi dan penegakan hukum.
Hukum nasional memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  • Kosentris
Adanya satu tangan yang mengatur/membuat yaitu pengundang-undang
  • Konvergen
Hukum Indonesia bersifat terbuka terhadap perubahan dan perkembangan
  • Tertulis
Untuk lebih menjamin kepastian hukum.
Sesuai dengan ciri-ciri tersebut maka akan tercipta sistematika langkah yang tepat dalam mengambil sebuah kebijakan. Dalam mengamalkan asas legalitas maka ciri kosentris harus dilakukan. Karena sifat konvergen yang pada faktanya saat ini menerima fenomena perkembangan teknologi informasi. Maka kebijakan tersebut bisa dilakukan dengan melahirkan peraturan baru atau merubah sebagian atau seluruhnya aturan lama agar dapat beradaptasi dengan keadaan masyarakat setelah mengalami perubahan.
Mendapatkan dengan begitu cepat dan mudah informasi adalah produk dari kemajuan teknologi. Perlu dipahami bahwa
“kemajuan dibidang teknologi akan berjalan bersamaan dengan munculnya perubahan-perubahan didalam masyarakat dapat mengenai nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola perilakuan, organisasi dan susunan lembaga kemasyarakatan. Cicero mengatakan “ubi societies ibi ius“ dimana ada masyarakat disitu ada hukum.
Dalam masyarakat saat ini terhadap penyalahgunaan informasi di dunia cyber terdapat hukum pidana yang membatasi tingkah laku. Namun sayangnya atas kejahatan tersebut dalam KUHP tidak mengatur dengan jelas pengertian kejahatan meski dirumuskan sebagai strafbaar feit. Berbedanya setiap kapasitas subjek hukum dalam ekonomi, moral, psikologi, dan aspek lainnya. Memberikan cara beradaptasi yang berbeda untuk menghadapi perubahan tanpa harus meninggalkan nilai dan moral yang sudah hidup dan berlaku. Sayangnya tetap ada pihak yang harus beradaptasi dan menyimpang dari koridor hukum. Kembali hukum pidana harus mampu memberikan kebijakan untuk menghadapi perilaku menyimpang tersebut. Hukum dalam hal ini hukum pidana dibutuhkan oleh masyarakat untuk menjadi lawan utama kejahatan. Fungsi preventif dan represif dari hukum itu harus berlaku secara bersamaan demi mendapatkan penegakan hukum yang lebih baik. Kejahatan dunia maya yang sudah menjadi bahasa sehari-hari disebut cyber crime adalah bentuk baru kejahatan dengan lahirnya virtual reality. Untuk itu bentuk-bentuk perbuatan hukum itu perlu mendapatkan penyesuaian, seperti melakukan harmonisasi terhadap beberapa perundang-undangan yang sudah ada, mengganti jika tidak sesuai lagi dan membentuk ketentuan hukum baru. Selain adanya upaya penanggulangan dengan cara, proses, pembuatan menangani kejahatan (cyber crime) dengan hukum pidana.
Hukum pidana dalam arti subjektif (ius puniendi) mengenakan hukum pidana dengan adanya peraturan yang mengatur hak negara dan alat kelengkapannya untuk mengancam, menjatuhkan, dan melaksanakan hukuman terhadak subjek hukum yang melanggar larangan atau perintah yang telah ditentukan dalam hukum pidana dalam arti objektif (ius poenale). Daam konteksnya bahwa sudah ada kebijakan hukum pidana yang dapat digunakan untuk menanggulangi cyber crime terutama dalam penyalahgunaan informasi.
Terdapat sekitar 11 pasal yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, yang mencakup hampir 22 jenis perbuatan yang dilarang. Dari 11 Pasal tersebut ada 3 pasal yang dicurigai akan membahayakan blogger, pasal-pasal yang mengatur larangan-larangan tertentu di dunia maya, yang bisa saja dilakukan oleh seorang blogger tanpa dia sadari. Pasal-Pasal tersebut adalah Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 ayat (2), serta Pasal 45 ayat (1) dan (2)
Pasal 27 ayat (1)
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
Pasal 27 ayat (3)
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. ”
Pasal 28 ayat (2)
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Atas pelanggaran pasal-pasal tersebut, UU ITE memberikan sanksi yang cukup berat sebagaimana di atur dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2).
Pasal 45 ayat (1)
“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 45 ayat (2)
“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Pelanggaran Norma Kesusilaan
Larangan content yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) idealnya mempunyai tujuan yang sangat mulia. Pasal ini berusaha mencegah munculnya situs-situs porno dan merupakan dasar hukum yang kuat bagi pihak berwenang untuk melakukan tindakan pemblokiran atas situs-situs tersebut. Namun demikian, tidak adanya definisi yang tegas mengenai apa yang dimaksud melanggar kesusilaan, maka pasal ini dikhawatirkan akan menjadi pasal karet.
Bisa jadi, suatu blog yang tujuannya memberikan konsultasi seks dan kesehatan akan terkena dampak keberlakuan pasal ini. Pasal ini juga bisa menjadi bumerang bagi blog-blog yang memuat kisah-kisah perselingkuhan, percintaan atau yang berisi fiksi macam novel Saman, yang isinya buat kalangan  tertentu bisa masuk dalam kategori vulgar, sehingga bisa dianggap melanggar norma-norma kesusilaan.
Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik
Larangan  content yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) ini sebenarnya adalah berusaha untuk memberikan perlindungan atas hak-hak individu maupun institusi, dimana penggunaan setiap informasi melalui media yang menyangkut data pribadi seseorang atau institusi harus dilakukan atas persetujuan orang/institusi yang bersangkutan.
Bila seseorang menyebarluaskan suatu data pribadi seseorang melalui media internet, dalam hal ini blog, tanpa seijin orang yang bersangkutan, dan bahkan menimbulkan dampak negatif bagi orang yang bersangkutan, maka selain pertanggungjawaban perdata (ganti kerugian) sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU ITE, UU ITE juga akan menjerat dan memberikan sanksi pidana bagi pelakunya.
Dalam penerapannya, Pasal 27 ayat (3) ini dikhawatirkan akan menjadi pasal sapu jagat atau pasal karet. Hampir dipastikan terhadap blog-blog yang isinya misalnya: mengeluhkan pelayanan dari suatu institusi pemerintah/swasta, atau menuliskan efek negatif atas produk yang dibeli oleh seorang blogger, blog yang isinya kritikan-kritikan  atas kebijakan pemerintah, blogger yang menuduh seorang pejabat telah melakukan tindakan korupsi atau tindakan kriminal lainnya, bisa terkena dampak dari Pasal 27 ayat (3) ini.
Pasal Pencemaran Nama Baik
Selain pasal pidana pencemaran nama baik dalam  UU ITE tersebut di atas, Kitab-Kitab Undang Hukum Pidana juga mengatur tentang tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal-pasal pidana mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik ini memang sudah lama menjadi momok dalam dunia hukum. Pasal-pasal tersebut antara lain Pasal 310 dan 311 KUHP.
Pasal 310 KUHP :
“(1) Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan……..”
“(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan dimuka umum,maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan…”
“(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri.”
Pasal 311 KUHP:
“(1)  Jika yang melakukan kejahatan pencemaran tertulis, dalam hal dibolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bettentangan dengan apa yang diketahui, maka da diancam karena melakukan fitnah, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.” Pasal-pasal tersebut di atas walaupun bertujuan baik, namun dikhawatirkan dapat menjadi pisau bermata  dua, karena disisi lain bisa membahayakan pilar-pilar demokrasi, dimana azas demokrasi menjunjung tinggi kebebasan menyatakan pendapat dan pikiran serta kebebasan untuk memperoleh informasi.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Pada dasarnya sudah ada kebijakan hukum pidana yang mengatur terkait penyalahgunaan informasi. Namun dalam penegakan hukumnya masih membutuhkan tindakan yang tegas dan kesadaran dari penegak hukum dan subjek hukum yang menjalankannya. Selain memang kebijakan hukum pidana itu sendiri memang memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Terjadinya cyber crime di dunia maya membutuhkan hukum cyber dan yurisdikasinya yang transnasional juga membutuhkan penegakan hukum yang transnasional.
Kelemahan dari setiap kebijakan hukum pidana baik dalam hukum pidana umum atau khusus dalam bentuk peraturan dan perundang-undangan harus menjadi solusi hukum yang tepat. Dalam memenuhi kebutuhan dan penyelesaian masalah nasional. Setiap kebijakan hukum pidana yang mengatur mengenai kejahatan teknologi informasi tersebut diharuskan tidak ada tumpang tindih agar dalam law inforcement tidak berbenturan realisasi muatan materinya.
B.   Saran dan Kritik
Penulis menyarankan agar tugas kelompok ini terus dilaksanakan setiap tahunnya untuk memperkaya wawasan mahasiswa. Penulis juga mengharap kritik yang membangun demi kesempurnaan tugas makalah kelompok ini.


DAFTAR PUSTAKA
http://www.andriewongso.com/artikel/artikel_anda/3552/Etika_di_Dunia_Maya/
http://www.baganintheworld.com/etika-dalam-dunia-maya/